Saturday, December 11, 2010

Sang Kiai, Fatwa KH Hasyim Asy’ari Seputar Islam & Masyarakat

KH M Hasyim Asy’ari

Sang Kiai, Fatwa KH Hasyim Asy’ari Seputar Islam & Masyarakat
17/06/2006


PERCIKAN PEMIKIRAN SANG ‘MAESTRO’ PESANTREN

Pengantar : KH MA Sahal Mahfudh
Cetakan : 1, Februari 2005
Tebal : xxiv + 232 halaman
Peresensi : Jamal Ma'mur Asmani*

Siapa yang tidak kenal Kiai Hasyim Asy’ari? Hampir seantero ulama’ Jawa pada masa penjajahan dan pasca kemerdekaan adalah santri didikan beliau. Pengaruhnya sebagai Raisul Akbar dalam organisasi Nahdlatul Ulama’ [NU] yang didirikan 16 Rajab 1344/ Januari 1926 31 telah mendudukkan beliau sebagai inspirator utama perjuangan masyarakat pesantren. Beliaulah yang telah merumuskan kebangkitan masyarakat santri, baik dalam konteks keilmuan agama dan umum serta perjuangan berupa ijtihad kemanusiaan dalam menyelesaikan problema masyarakat. Berkat kepiawaiannya ini, tidak salah kalau lahir ulama’-ulama’ yang menjadi perumus dan pejuang masyarakat di kemudian hari,- seperti Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai As’ad Syamsul Arifin, Kiai Ahmad Siddiq, Kiai Ali Maksum dan sebagainya- dan pejuang pada saat ini, seperti cucunya sendiri Kiai Abdurrahman Wahid, Kiai Muchid Muzadi, dan sebagainya. Bahkan, proklamator kita, Ir Soekarno banyak berguru banyak hal kepada Kiai Hayim. Potret historis inilah yang menempatkan beliau sebagai seorang “maestro”, rujukan ulama Nusantara yang bermukim didesa kecil, Tebuireng, Diwek, Jombang.


Buku “Sang Kiai, Fatwa KH Hasyim Asy’ari Seputar Islam & Masyarakat” merupakan percikan pemikiran sang “maestro” terhadap perkembangan pemikiran kontemporer saat itu yang sampai sekarang masih berlangsung. “Sang Kiai” ini adalah tarjamahan atas tiga karyanya, antara lain, An-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin, Risalah ahlu Al-Sunnah wa al-Jamaah, dan Al-Tibyan fi Nahyi an Muqotha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan. Buku yang diterjemahkan oleh Jamal Makmur Asmani, santri Kiai Sahal Mahfudh, berusaha membangun sinergitas pemikiran antara kaum tradisonal dan kaum modernis yang sering dipertentangkan dan diperhadap-hadapkan [vis a vis]. Kitab pertama menjelaskan hadits-hadits yang mengukuhkan kita untuk mencintai Nabi Muhammad. Buku kedua mendeskripsikan persoalan bid’ah yang menjadi kata kunci pemikiran Islam. Dan yang buku yang ketiga menunjukkan bagaimana seorang mukmin berperilaku baik dengan sesama sehingga mampu menempatkan diri dengan baik ditengah-tengah masyarakat, dapat berperan aktif didalamnya, dan menghindari sejauh mungkin hal-hal negatif yang mengakibatkan konflik, intrik, dan disharmoni sosial [hal. xvii-xvii].


Ketiga buku ini lahir dalam menjawab setting sosio-historis umat Islam pada awal abad ke-20, dimana ada beberapa kelompok keberagamaan yang muncul. Pertama, kelompok umat Islam yang masih menganut faham ulama’ salaf, dengan melestarikan tradisi yang berkembang, seperti tahlilan, manaqiban, shalawatan, dan berbagai tradisi yang dijalankan kaum sufi. Kelompok ini juga dilestarikan Kiai Hasyim diberbagai pesantren yang tersebar di Tanah Air. Kedua, kelompok umat Islam yang mengedepankan watak reformis-kritisnya dalam memahami ajaran agama. Kelompok ini di Mesir diproklamasikan oleh Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, dan di Arab Saudi diproklamasikan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnu al-Qoyyim, dan Muhammad bin Abdul Wahab. Kelompok kedua ini lahir untuk melakukan reformasi keberagamaan dengan jalan purifikasi dari berbagai mitos dan ajaran mistis lainnya. Sedangkan ketiga adalah kelompok-kelompok seperti Rafidhah, Ibahiyyun, dan sebagainya yang mengikuti mainstream ekstrem kanan, dimana sering melakukan klaim kebenaran atas ajarannya dan menyalahkan ajaran orang lain. Ketiga kelompok ini berkembang dan saling enyerangs atu sama lain, sehingga umat Islam kebingungan.


Fenomena inilah yang dijawab Kiai Hasyim dalam bukunya ini. Bagi beliau, yang perlu dikedepankan dari semua golongan ini adalah sikap toleran [tasamuh], seimbang [tawazun], ditengah-tengah, tidak memihak [tawassud], dan bersikap dewasa, adil, dan saling menyapa [ta’adul]. Keempat hal inilah bagi Kiai Hasyim yang perlu dikedepankan, sehingga tidak ada klaim bahwa golongannya yang paling benar, klaim kebenaran [truth claim]. Walaupun Kiai Hasyim adalah pewaris tradisi kaum salaf, namun beliau juga sangat simpati dengan kau

Retrieved from: http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8234

No comments:

Post a Comment