Thursday, May 5, 2011

Sang Kiai ; Fatwa KH. Hasyim Asy'ari Seputar Islam dan Masyarakat

Penerjemah : Jamal Ma'mur Asmani, Cetakan: Pertama, Februari 2005, Tebal : 295 halaman

----

Note: This book is a translation from six Hasyim Asy`ari's works (1) An-nûr al mubîn fî mahabbati Sayyid al-Mursalîn; (2) Risâlah ahlu as-Sunnah wa al-Jamâʼah; (3) at-Tibyân fî nahyi ʻan muqâthaʼah al-arhâm wa al-aqrâb wa al-akhwân; (4) Muqaddimah al-Qânûn al-Asâsi Jam`iyyah Nahdlatul Ulama; (5) 40 Hadits Jam`iyyah Nahdlatul Ulama; (6) Mengokohkan Pegangan pada Mazhab Imam yang Empat.

----

K.H.M. Hasyim Asy'ari adalah prototipe ulama' salaf yang menguasai segudang al-ulum ad-diniyah (ilmu-ilmu agama) secara mendalam. Pengembaraannya diberbagai pesantren di Jawa seperti Langitan, Siwalan Sidoarjo, dll., membuatnya lekat dengan khasanah klasik. Hal ini semakin lengkap dengan studinya langsung kepada Syeikh Khalil Bangkalan Madura, seorang 'ulama yang kesohor kealimannya.

Pada waktu KH. Hasyim Asy'ari menetap di pondok Siwalan Sidoarjo, Beliau berguru kepada Kiai Ya'qub. Melihat keistimewaan KH. Hasyim Asy'ari ini, Kiai Ya'qub tertarik untuk mengambilnya sebagai menantu. Akhirnya pernikahan antara Hasyim dengan putri Kiai Ya'qub yang bernama Nafisah dilangsungkan pada tahun 1892. saat itu Hasyim baru berusia 21 tahun.

Pengembaraannya dalam mencari ilmu tidak hanya di tanah Indonesia, tetapi sampai sampai di tanah suci Makkah. Ketika belajar di tanah suci ini, KH. Hasyim menunjukan minat yang besar pada semua disiplin ilmu. Tetapi yang paling menonjol terlihat pada disiplin ilmu hadits. Setelah pulang dari Makkah, KH. Hasyim membantu mengajar di pondok pesantren yang didirikan sang ayah. Sejak saat itulah, Beliau mulai dikenal sebagai anak muda yang alim dan sapaan Kiai Hasyim pun melekat pada diri beliau.

Dengan kemampuan ini, diimbangi dengan watak perjuangannya yang pantang mundur, belau lambat laun menjadi referensi utama bagi para santri yang ingin mendalami kitab kuning. Akhirnya, Pesantren Tebuireng yang didirikan, menjadi saksi sejarah datangnya para santri dari berbagai penjuru kota untuk ngangsu kawruh (menimba ilmu) agama secara mendalam.

Tercatat banyak murid Kiai Hasyim yang sukses menjadi orang besar, seperti KH. A. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syansuri, KH. Adlan Ali, KH. Ma'shum Ali, KH. Mahfudz Anwar, KH. Idris, KH. Abdul Karim, KH. Mahfudz Salam, KH. Suyuthi Abdul Qodir, dan KH. Muchid Muzadi, dll.

Gagasan KH. Hasyim Asy'ari yang monumental adalah beliau mendirikan Jam'iyah Diniyah Ijtima'iyah (organisasi sosial keagamaan) yang terkenal dengan Nahdlatul 'Ulama atau kebangkitan para 'ulama pada tanggal 16 Rajab 1344 / 31 Januari 1926. melalui lembaga ini beliau mengumpulkan para 'ulama, mengorganisirnya menjadi sebuah kekuatan besar yang ikut memberikan kontribusi besar bagi pembangunan bangsa dan negara.

***

Buku yang diterjemahkan oleh Jamal Ma'mur Asmani (alumnus Mathali'ul Falah Kajen Pati) pada awalnya terdiri dari tiga kitab, yang masing-masingnya adalah An-nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin, Risalah Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah, At-tibyan fi Nahyi 'an Muqatha'ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan.menurut penerbit ketiga buku ini disatukan tidak lain hanya untuk mempermudah para pembaca, dan disamping itu tidak efektif kalau diterbitkan perkitab mengingat jumlah halamannya yang minim.

Kitab pertama, banyak membahas tentang meneladani Nabi Muhammad SAW. Seperti kewajiban taat kepada Nabi, bahwa setiap orang mukallaf wajib menaati Nabi Muhammad SAW. Taat kepada Nabi dan membenarkan segala apa yang datang dari Allah SWT adalah sebuah kemestian iman karena Nabi tidak memerintahkan sesuatu dan tidak melarang sesuatu kecuali dengan seizin Allah SWT.

Kitab kedua, membahas pandangan Kiai Hasyim terhadap fenomena bid'ah, fanatisme buta, dan gerakan pembaharuan Islam kontemporer. Mengenai fenomena bid'ah, Kiai Hasyim berpendapat bahwa bid'ah yang tidak diperbolehkan secara garis besar adalah upaya pembaharuan dalam bidang agama yang tidak memiliki kemaslahatan apapun bagi pengembangan agama dan masyrakat. Oleh sebab itu, kita bisa memahami mengapa golongan-golongan Rafidlah, Ibahiyyun, dll. Dikatakan komunitas yang sesat. Klaim KH. Hasyim ini tidak menunjukkan bahwa KH. Hasyim adalah seorang ekstrem kanan, namun lebih pada idzarah al-haq (menampakkan kebenaran) sesuai dengan keyakinan. Beliau juga khawatir, kalau tidak ditegaskan tentang hukuim golongan-golongan tersebut, masyarakat dengan mudah terkecoh oleh doktrin yang diajarkan, dan kalau itu terjadi, maka kerusakan sosial (al-mafsada al-ijtima'iyah) akan menjadi mainstream yang sulit dihindari sebagai langkah antisipasinya, KH. Hasyim dengan tegas melarang masyarakat mengikuti paham tersebut, khususnya dari komunitas Ahlus Sunnah al Jama'ah.

Namun, dalam hal-hal yang sangat bermanfaat bagi agama dan sosial seperti pembangunan madrasah, pesantren, lembaga-lembaga pendidikan lainnya, KH. Hasyim sangat menganjurkan, karena termasuk bid,ah mahmudah atau mandubah. Di sinilah pengembangan kreativitas, daya imajinasi dan produktivitas manusia bisa dimaksimalkan dengan tetap berorientasi pada mashalih al-nas (kemaslahatan umat manusia).

Pada era sekarang tentunya generasi muda lebih tertantang dengan lapangan ijtihad b

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8300

Wednesday, May 4, 2011

The Legacy of Gus Dur: Indonesia's Gentle Muslim Conqueror

Greg Barton

The passing of Abdurrahman Wahid on December 30, 2009 sparked a wave of grief across Indonesia that rippled around the world. Even many of those who had been deeply critical of the former president during his time in office felt an acute sense of loss in his passing. Abdurrahman Wahid, or Gus Dur, as he was known to all, was a polarizing figure both in politics and in the broader realms of Islamic thought and social activism. But he was also a figure who evoked deep affection from literally millions of Indonesians and tens of thousands of admirers around the world. Whether or not they understood or agreed with his political actions, they could not help but feel a sense of loss at the passing of a Muslim leader who was much loved for his humanitarian vision and his earthy humanism mixed with a spirituality that transcended conventional religious boundaries.

...

For the time being, his name will be remembered for his contribution to Indonesia's successful democratic transition. Building on the remarkably reformist interim presidency of the previously underrated Bacharuddin Jusuf Habibie, Gus Dur helped raise aspirations and expectations of what democracy meant and how a democratic president should act.

....

A prolific essay writer, Gus Dur turned his attention over four decades to a wide variety of topics in rich, discursive, humorous narratives. His writing was typically marked by a love of life and of humanity–warts and all, a desire for justice, and confidence that God is on the side of the weak and the downtrodden, and he wrote in the conviction that the message of God's prophets affirmed these things above all else.

His near photographic memory and his lively intellect meant that he found it easy to draw on the works of classical Islamic commentators and scholars in order to argue his often very bold and innovative responses to modern dilemmas in a manner that could convince even the most conservative of readers and could persuade the most scholarly of ulama to consider his position.

This is what he will be remembered for in the decades to come. As his many volumes of collected writings are translated, a new generation of readers around the world will enjoy his confident assertion that Islam, including its classical scholarship, has answers for the modern world, answers that affirm the dignity of humanity and the primacy of love and compassion both for the community of Islam and for the community of humanity.

http://www.oxfordislamicstudies.com/Public/focus/essay0910_legacy_of_gus_dur.html. Accessed May 3, 2011.

Tuesday, May 3, 2011

Islamic Tradition and Politics: The Kijaji and the Alim

Binder, Leonard. 1960. "Islamic Tradition and Politics: The Kijaji and the Alim". Comparative Studies in Society and History. 2 (2): 250-256.

"Unity and variety" in the Islamic cultural tradition has recently been made the centralizing theme of a number of essays by eminent orientalists in a volume edited by Professor von Grunebaum. Another important recent book by Professor W. C. Smith has a similar theme, though it is more concerned with the contemporary adjustment of Islam to new political and social conditions in a number of Muslim countries. Social scientists, however, as opposed to orientalists, have tended to disregard the unifying aspects of classical Islam and have concentrated upon the particular variety of Islam practiced in a particular place or that practiced by a particular group of people. Perhaps the only social area where both "unity" and "variety" are brought close enough for examination by the social scientist is in the study of the organization, the social and political role, and the ideology of the recognized learned man of Islam: the alim, mullah, akhund, or kijaji.

From Mr. Geertz's article we are left to infer that the religious ideology of the kijaji does not differ from that of the ulama of the Middle East and Pakistan. On the other hand we are told that the pesantren owes more to the Buddhist monastery-schools which preceded it than to the Middle Eastern madrassa. The point here is not so much that the principles of Islam cannot be communicated through a variety of institutions, but that the organization of the ulama, the means by which purity of doctrine is maintained, and the pattern of attitudes acquired by the alim are all closely related to the long established madrassa pattern. Mr. Geertz does not tell us how and where the kijaji was himself educated, and he seems to indicate that until the Nahdat al-Ulama was founded they were totally disorganized. The pesantren itself, despite its importance in the village where it is located, does not seem to be a center for the training of kijajis. The pesantren does not train ulama, it rather helps in the creation of a class of peasants and petty traders who are distinguished from their fellows by their greater piety and learning. It also seems that these santris are the major social and political support of the kijajis, though one has the feeling that those who donate land and money to the pesantren must have some claims upon the kijaji.

Monday, May 2, 2011

The Javanese Kijaji: The Changing Role of a Cultural Broker

Geertz, Clifford. 1960. "The Javanese Kijaji: The Changing Role of a Cultural Broker". Comparative Studies in Society and History. 2 (2): 228-249.

One of the most serious problems facing the post-revolutionary Indonesian political elite has turned out to be the maintenance of mutual understanding between themselves and the mass of the peasant population. The attempt to build up a modern national state out of a plurality of distinct regional cultures has been hampered by the difficulty of communication between people still largely absorbed in those cultures and the metropolitan-based nationalist leader- ship more oriented to the international patterns of intelligentsia culture common to ruling groups in all the new Bandung countries. On the one hand, the activist white-collar nationalists of the large cities are attempting to construct an integrated Indonesian state along generally western parliamentary lines; on the other, the peasants of the Javanese, Sundanese, Achenese, Buginese, etc. culture areas cling to the patterns of local community organization and belief with which they are intimately familiar. Between the two levels of socio-cultural integration,1 the local community and the national state, ties are brittle. The result is, in extreme cases of maladjustment, separatism; in more moderate ones, a passive resistance to central government programs and policies by various regional populations.

The danger of a widening gulf between a metropolitan intelligentsia better able to understand members of similar groups in India, Mexico or the Gold Coast than their own villagers, and a peasantry to whom their own national leadership seems almost foreign is thus quite real. In such a situation, the individuals and groups who can communicate both with the urban elite and with the rural followers of a particular local tradition perform an altogether critical function. It is these groups and individuals who can "translate" the somewhat abstract ideologies of the "New Indonesia" into one or another of the concrete idioms of rural life and can, in return, make clear to the intelligentsia the nature of the peasantry's fears and aspirations. Analyses of the creation of viable nations in Asia and Africa which simply focus on the political elite, as those of political scientists have tended to do, or simply on the peasant village, as those of anthropologists have tended to do, are necessarily incomplete. What is needed, in addition, is an analysis of the links between the two - i.e., of regional leadership. A vigorous, imaginative regional leadership, able to play a cultural middleman role between peasant and metropolitan life, and so create an effective juncture between traditional cultural patterns and modern ones, is in many ways the most essential pre-requisite for the success, in democratic form, of the nationalist experiment both in Indonesia and elsewhere.

Sunday, May 1, 2011

Mukadimah Qanun Asasi

Oleh
Rais Akbar Jam'iyah Nahdlatul Ulama KH. M. Hasyim Asy'ari

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al Qur'an kepada hambanya
agar menjadi pemberi peringatan kepada sekalian umat dan
menganugerahinya hikmat serta ilmu tentang sesuatu yang Ia kehendaki.
Dan barangsiapa dianugerahi hikmah, maka benar-benar mendapat
keberuntungan yang melimpah.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya) :

"Wahai nabi, aku utus engkau sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan
penyeru kepada (agama) Allah serta sebagai pelita yang menyinari."

"Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, peringatan yang baik dan
bantulah mereka dengan yang lebih baik. Sungguh tuhanmulah yang
mengetahui siapa yang sesat dari jalannya dan Dia Maha Mengetahui
orang-orang yang mendapat hidayah."

"Maka berilah kabar gembira hamba-hambaku yang mendengarkan perkataan
dan mengikuti yang paling baik darinya. Merekalah orang-orang yang
diberi hidayah oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal."

"Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tak beranakan, seorang
anakpun, tak mempunyai sekutu penolong karena ketidakmampuan. Dan
agungkanlah seagung-agungnya."

"Dan sesungguhnya inilah jalanKu (AgamaKu) yang lurus. Maka ikutilah.
Dia dan jangan ikuti berbagai jalan (yang lain) nanti akan
mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Demikianlah Allah memerintahkan
agar kami semua bertaqwa."

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul;
serta ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berselisih dalam
suatu perkara, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan Rasul
kalau kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih bagus dan lebih baik kesudahannya."

"Maka orang-orang yang beriman kepadaNya (kepada Rasulullah), maka
memuliakannya, membantunya dan mengikuti cahaya (al Qur'an) yang
diturunkan kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung."

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansor)
pada berdo'a : Ya Tuhan ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang
telah mendahului kami beriman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati
kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman; Ya tuhan kami
sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

"Wahai manusia, sesungguhnya aku telah menciptakan kamu dari seorang
lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah
diantara kamu semua."

Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah
ulama.

"Diantara orang-orang yang mukmin ada orang-orang yang menepati apa
yang mereka janjikan kepada Allah. Lalu diantara mereka ada yang gugur
dan diantara mereka ada yang menunggu mereka sama sekali tidak berubah
(janjinya)."

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan
beradalah kamu bersama orang-orang yang jujur."

"Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu."
"Maka bertanyalah kamu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak
mengetahui."

"Janganlah kami mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya."

"Adapun orang-orang yang dalam hati mereka terdapat kecenderungan
menyeleweng, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mustasyabihat dari
padanya untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Sedang orang-orang
yang mendalam ilmunya mereka mengatakan, "Kami beriman kepada
ayat-ayat mustasyabihat itu, semuanya dari sisi tuhan kami," Dan
orang-orang yang berakal saja yang dapat mengaambil pelajaran (dari
padanya)."

"Barang siapa menentang rasul setelah petunjuk jelas padanya dan dia
mengikuti selain ajaran-ajaran orang mukmin, maka Aku biarkan ia
menguasai kesesatan yang telah dikuasainya (terus bergeming dalam
kesesatan) dan aku masukkan ke neraka jahanam. Dan neraka jahanam itu
adalah seburuk-buruknya tempat kembali.

"Takutlah kamu semua akan fitnah yang benar-benar tidak hanya khusus
menimpa orang-orang dzalim diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
sangat dasyat siksanya."

"Jangalah kamu bersandar kepada orang-orang zalim, maka kamu akan
disentuh api neraka."

"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kamu dan keluarga
kamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
diatasnya berdiri malaikat-malaikat yang kasar, keras tidak pernah
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang mengatakan, "Kami
mendengar, padahal mereka tidak mendengar."

"Sesungguhnya seburuk-buruk mahluk melata, menurut Allah ialah mereka
yang pelak (tidak mau mendengan kebenaran) dan bisu (Tidak mau
bertanya dan menuturkan kebenaran) yang tidak berfikir."

"Dan hendaklah ada diantara kamu, segolongan umat yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntuhg."

"Dan saling tolong menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa; janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat dahsyat
siksanya."

"Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu serta berjaga-jagalah (menghadapi serangan musuh
diperbatasan). Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat
keberuntungan."

"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan
jangan kamu bercerai-berai, dan ingatlah ni'mat Allah yang dilimpahkan
kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan lalu Allah merukunkan diantara
hati-hati kami, kemudian kamupun (karena ni'matnya) menjadi
orang-orang yang bersaudara."

"Dan janganlah kamu saling bertengkar, nanti kamu juga gentar dan
hilang kekuatanmu dan tabahlah kamu, sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang tabah."

"Sesungguhnya orang-orang itu bersaudara, maka damaikanlah diantara
kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu dirahmati."

"Kalau mereka melakukan apa yang dinasehatkan kepada mereka, niscaya
akan lebih baik bagi mereka dan memperkokoh (iman mereka). Dan kalau
memang demikian, niscaya Aku anugerahkan kepada mereka pahala yang
agung dan Aku tunjukkan kepada jalan yang lempang."

"Dan orang-orang yang berjihad dalam (mencari) keridhoanKu, pasti aku
tunjukkan kepada jalanKu, sesungguhnya Allah benar-benar bersama
orang-orang yang berbuat baik."

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat bershalawat untuk nabi.
Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuknya dan
bersalamlah dengan penuh penghormatan."

"Dan (apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal juga bagi)
orang-orang yang mematuhi seruan tuhan mereka, mendirikan shalat dan
urusan mereka (mereka selesaikan) secara musawarah antara mereka serta
terhadap sebagian apa yang aku rizkikan, mereka menafkahkannnya."

"… Dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka (Muhajirin dan Anshor)
dengan baik, Allah ridho kepada mereka."

Amma Ba'du
Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan
adalah merupakan yang yang tidak seorangpun tidak mengetahui
manfaatnya. Betapa tidak. Rasululllah SAW benar-benar telah bersabda
yang artinya :

"Tangan Allah bersama jama'ah. Apabila diantara jama'ah itu ada yang
memencil sendiri, maka syaitanpun akan menerkamnya seperti halnya
serigala menerkam kambing."

"Allah ridho kamu sekalian menyembahnya dan tidak menyekutukannya
dengan sesuatu apapun."

Kami sekalian berpegang teguh kepada tali (agama) Allah seluruhnya dan
tidak bercerai-berai;

Kamu saling memperbaiki dengan orang yang dijadikan Allah sebagai
pemimpin kamu:

Dan Allah membenci bagi kamu;
Saling membantah;
Banyak tanya, dan
Menyia-nyiakan harta benda

"Jangalah kamu saling dengki, saling menjerumuskan, saling bermusuhan,
saling membenci dan janganlah sebagian kamu menjual atas kerugian
jualan sebagian yang lain dan jadilah kamu, hamba-hamba Allah,
bersaudara."

Suatu umat bagaikan jasad lainnya.
Orang-orangnya ibarat anggota-anggota tubuhnya
Setiap anggota punya tugas dan perannya.

Seperti dimaklumi, manusia tidak dapat bemasyarakat, bercampur dengan
yang lain; sebab seorangpun tak mungkin sendirian memenuhi segala
kebutuhan-kebutuhannya. Dia mau tidak mau dipaksa bermasyarakat,
berkumpul yang membawa kebaikan bagi umatnya dan menolak kebutukan dan
ancaman bahaya dari padanya.

Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling
bantu menangani satu perkara dan seia sekata adalah merupakan penyebab
kebahagiaan yang terpenting dan faktor paling kuat bagi menciptakan
persaudaraan dan kasih sayang.

Berapa banyak negara-negara yang menjadi makmur, hamba-hamba menjadi
pemimpin yang berkuasa, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi
maju, pemerintah ditegakkan, jalan-jalan menjadi lancar. Perhubungan
menjadi ramai dan masih banyak manfaat-manfaat lain dari hasil
persatuan merupakan keutamaan yang paling besar dan merupakan sebab
dan sarana paling ampuh.

Rasulullah SAW telah mempersaudarakan sahabat-sahabatnya sehingga
mereka (saling kasih, saling menyayangi dan saling menjaga hubungan)
tidak ubahnya satu jasad; apabila salah satu anggota tubuh mengeluh
sakit, seluruh jasad ikut merasa demam dan itdak dapat tidur.

Itulah sebabnya mereka menang atas musuh mereka, kendati jumlah mereka
sedikit. Mereka tundukkan raja-raja, mereka taklukkan negara-negara.
Mereka buka kota-kota. Mereka bentangkan payung-payung kemakmuran.
Mereka bangun kerajaan-kerajaan. Dan mereka lancarkan jalan-jalan.

Firman Allah, "Wa aatainnahu min kulli sya'in sababa."
"Dan aku telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala
sesuatu."

Benarkah kata penyair yang mengatakan dengan bagusnya:


"Berhimpunlah akan-anakku bila
Kegentingan datangmelanda
Jangan cerai-berai sendiri-sendiri
Cawan-cawan enggan pecah bila bersama
Ketika bercerai
Satu-satu pecah berderai."

Sayyidina Ali karramallahu wajhah berkata:

"Dengan perpecahan tak ada satu kebaikan dikaruniakan Allah kepada
seseorang baik dari orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang
datang belakangan."

Sebab satu kamu apabila hati-hati mereka berselisih dan hawa nafsu
mereka mempermainkan mereka, maka mereka tidak akan melihat sesuatu
tempat pun bagi kemaslahatan bersama. Mereka bukanlah bangsa yang
bersatu, tapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti
jasmani belaka. Hati dan keinginan-keinginan mereka saling berselisih.
Engkau mengira mereka menjadi satu, padahal hati mereka berbeda-beda.

Mereka telah menjadi seperti kata orang "kambing-kambing yang
berpencaran di padang terbuka. Berbagai binatang buas telah
mengepungnya. Kalau sementara mereka tetap selamat, mungkin karena
binatang buas belum sampai kepada mereka (dan pasti suatu saat akan
sampai kepada mereka), atau karena saling berebut, telah menyebabkan
biantang-binatang buas itu saling berkelahi sendiri antara mereka.
Lalu sebagian mengalahkan yang lain. Dan yang menangpun akan menjadi
perampas, yang kalah menjadi pencuri. Si kambingpun jatuh antara si
perampas dan si pencuri.

Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan dan kegagalan di
sepanjang zaman. Bahkan pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber
keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab kehinaan dan kenistaan,

Betapa banyak keluarga-keluarga besar, semula hidup dalam keadaan
makmur rumah-rumah penuh dengan penghuni, sampai satu ketika
kalajengking perpecahan merayapi mereka, bisanya menjalar, meracuni
hati mereka dan syaitanpun melakukan peranannya. Mereka kucar-kacir
tak karuan. Dan rumah-rumah mereka runtuh berantakan.

Sahabat Ali karamallahu wajhah berkata dengan fasihnya:
"Kebenaran dapat menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan dan
kebathilan sebaliknya dapat menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan."

Pendek kata siapa yang melihat pada cermin sejarah, membuka lembaran
yang tidak sedikit dari ikhwal bangsa-bangsa dan pasang surut zaman
serta apa saja yang terjadi pada mreka hingga pada saat-saat
kepunahannya, akan mengetahui bahwa kekayaan yang pernah menggelimang
mereka, kebanggaan yang pernah mereka sandang, dan kemuliaan yang
pernah mereka jadikan perhiasan mereka, tidak lain adalah karena
berkat apa yang secara kukuh mereka pegang, yaitu mereka bersatu,
dalam cita-cita seia sekata, searah setujuan, dan pikiran-pikiran
mereka seiriang. Maka inilah faktor paling kuat yang mengangkat
martabat dan kedaulatan mereka, dan benteng paling kokoh bagi menjaga
kekuatan dan keselamatan ajaran mereka.

Musuh-musuh mereka tak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka, malahan
menundukkan kepada, menghormati mereka karena wibawa mereka. Dan
merekapun mencapai tujuan-tujuan mereka dengan gemilang.

Itulah bangsa yang mentarinya dijadikan Allah tak pernah terbenam
senantiasa memancar gemilang. Dan musuh-musuh mereka tak dapat
mencapai sinarnya.

Wahai ulama dan para pemimpin yang beraqwa di kalangan ahlusunnah wal
jama'ah dan keluarga mazhab imam empat; anda sekalian telah menimba
ilmu-ilmu dari orang-orang sebelum anda, orang-orang sebelum anda
menimba dari orang-orang sebelum mereka, dengan jalan sanad yang
bersambung sampai kepada anda sekalian. Dan anda menjadi selalu
meneliti dari siapa anda menimba ilmu agama anda itu.

Maka dengan demikian, anda sekalian penjaga-penjaga ilmu dan pintu
gergang ilmu-ilmu itu, rumah-rumah tidak dimasuki kecuali dari
pintu-pintu. Siapa yang memasukinya tidak lewat pintunya, disebut pencuri.

Sementara itu, segolongan orang yang terjun ke dalam lautan fitnah;
memilih bid'ah dan bukan sunah-sunah rasul dan kebanyakan orang mukmin
yang benar hanya terpaku. Maka para ahli bid'ah itu seenaknya memutar
balikkan kebenaran, memungkarkan makruf dan memakrufkan kemungkaran.

Mereka mengajak kepada kitab Allah, padahal sedikitpun mereka tidak
bertolak dari sana.

Mereka tidak berhenti sampai disitu, malahan mereka mendirikan
perkumpulan pada perilaku mereka tersebut. Maka kesesatanpun semakin
jauh. Orang-orang yang malang pada memasuki perkumpuan itu. Mereka
tidak mendengar sabda Rasulullah SAW.

"Fandhuru `amman ta'khuzuuna dienakum'"
"Maka lihat dan telitilah dari siapa kamu menerima ajaran agamamu itu"

"Sesungguhnya menjelang hari kiamat, muncul banyak pendusta."

"Jangalah kau menangisi agama ini bila ia berada dalam kekuasaan
ahlinya. Tangisilah agama ini bila ia berada di dalam kekuasaan bukan
ahlinya."

Tepat sekali sahabat Umar bin Khattab Radhiallahu `anhu ketika berkata
"Agama Islam hancur oleh perbuatan orang-orang munafik dengan al Qur'an."

Anda sekalian adalah orang-orang yang lurus yang dapat menghilangkan
kepalsuan ahli kebathilan, penafsiran orang-orang bodoh dan
penyelewengan orang-orang yang over acting; dengan hujjah Allah, tuhan
semesta alam, yang diwujudkan melalui lisan orang-orang yang dikehendaki.

Dan anda sekalian, kelompok yang disebut dalam sabda Rasululllah SAW:
"Anda sekelompok dari umatku yang tak pernah tergerser selalu berdiri
tegak di atas kebenaran tak dapat dicederai oleh orang yang melawan
mereka, hingga datang putusan Allah."

Marilah anda semua dan segenap pengikut anda dari golongan para fakir
miskin, para hartawan, rakyat jelata dan orang-orang kuat,
berbondong-bondonglah masuk jam'iyah yang diberi nama "Jam'iyah
Nahdlatul Ulama ini."

Masuklah dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu, dan
dengan ikatan jiwa raga.

Ini adalah jam'iyah yang lurus, bersifat memperbaiki dan menyantuni.
Ia manis terada di mulut orang-orang yang baik dan bengkal (jiwa
kolot) di tenggorokan orang-orang yang tidak baik. Dalam hal ini
hendaklah anda anda sekalian saling mengingatkan dengan kerjasama yang
baik, dengan petunjuk yang memuaskan dan ajakan memikat serta hujjah
yang tak terbantah.

Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah
kepadamu, agar bid'ah-bid'ah terberantas dari semua orang.

Rasuluah SAW bersabda : "Apabila fitnah-fitnah dan bid'ah-bid'ah
muncul dan sahabat-sahabatku dicaci maki, maka hendaklah orang-orang
alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia
akan terkena laknat Allah, laknat malaikat dan semua orang."

Allah SWT telah berfirmatn: "Wa ta'awanuu `alalbirri wat taqwa."

"Dan saling tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan
taqwa kepada Allah."

Sayyidina Ali karrmallahu wajhah berkata: "Tak seorangpun (betapapun
lama ijtihadanya dalam amal) mencapai hakikat taat kepada Allah yang
semestinya. Namun termasuk hak-hak Allah yang wajib atas
hamba-hambanya adalah nasehat dengan sekuat tenaga dan saling bantu
dalam menegakkan kebenaran diantara mereka."

Tak seorangpun (betapapun tinggi kedudukannya dalam kebenaran, dan
betapapun luhur derajat keutamaannya dalam agama) dapat melampui
kondisi membutuhkan pertolongan untuk memikul hak Allah yang
dibebankan kepadanya. Dan tak seorangpun (betapa kerdil jiwanya dan
pandangan-pandangan mata merendahkannya) melampaui kondisi dibutuhkan
bantuannya dan dibantu untuk itu."

(Artinya tak seorangpun betapa tinggi kedudukannya dan hebat dalam
bidang agama dan kebenaran yang dapat lepas tidak membutuhkan bantuan
dalam pelaksanannya kewajibannya terhadap Allah, dan tak seorangpun
betapa rendahnya, tidak dibutuhhkan bantuannya atau diberi bantuan
dalam melakanakan kewajibannya itu.Pent)

Tolong menolong atau saling bantu pangkal keterlibatan umat-umat.

Sebab kalau tidak ada tolong menolong. Niscaya semangat dan kemauan
akan lumpuh karena mereka tidak mampu mengejar cita-cita.

Barang siapa mau tolong menolong dalam persoalan dunia dan akhiratnya,
maka akan sempurnalah kebahagiaannya, nyaman dan sentosa hidupnya.

Sayyidina Ahmad bin Abdillah as Saqqaf berkata:

"Jam'iyah ini adalah perhimpunan yang telah menampakkan tanda-tanda
menggembirakan, daerah-daerah menyatu, bangunan-bangunannya telah
berdiri tegak, lalu kemana kamu akan pergi? Kamana?.

"Wahai orang-orang yang berpaling, jadilah kamu orang-orang yang
pertama, kalau tidak, orang-orang yang meyusul (termasuk jam'iyah
ini). jangan sampai ketinggalan, nanti suara penggoncang akan
menyerumu dengan goncangan-goncangan :

"Mereka (orang-orang munafik itu) puas bahwa mereka ada bersama
orang-orang yang ketinggalan (tidak masuk ikut serta memperjuangkan
agama Allah). Hati mereka telah dikunci mati, maka merekapun tidak
bisa mengerti."

"Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi."

Ya tuhan kami, janganlah engkau condongkan hati kami kepada kesesatan
setelah engkau memberi hidayat kepada kami. Anugerahkanlah kepada kami
rahmat dari sisimu; sesungguhnya engkau maha penganugerah.

"Yaa Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari
diri-diri kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama
orang-orang yang berbakti.

Ya tuhan kami, karuniakanlah kami apa yang engkau janjikan kepada kami
melalui utusan-utusanmu dan jangan hinakan kami dari hari kiamat.
Sesungguhnya engkau tidak pernah menyalahi janji.

Diterjemahkan oleh KH. A. Musthofa Bisri, Rembang menjelang Muktamar ke 27