Tuesday, December 7, 2010

Reproduksi Ulama di Era Globalisasi; Resistansi Tradisional Islam

Muhtarom

Reproduksi Ulama di Era Globalisasi; Resistansi Tradisional Islam
17/06/2006

Pengantar : Aburrahman Mas'ud
Cetakan : 1, 2005
Tebal : xvi + 318 halaman
Pesantren di Tengah Jeratan Globalisasi

Peresensi : Muhammadun AS*

MENGAMATI tradisi kelembagaan pendidikan di Indonesia, barangkali hanya pesantren yang sampai sekarang masih tetap eksis ditengah-tengah kita. Ya, pesantren memang lembaga sangat unik, tidak hanya karena model transmisi keilmuan dan tipologi kehidupan yang penuh kebersamaan, namun lebih karena konsistensi dan eksistensi yang tak pernah lentur ditengah gempuran arus informasi global. Pesantren akan selalu hadir mewarnai setiap perubahan dan pergerakan sosial bangsa.

Tidak tanggung-tanggung, kehadiran pesantren pun selalu membawa pencerahan bangsa, khususnya dalam pemberdayaan rakayat kecil di berbagai daerah. Begitu tertancapnya peran pesantren. Tidak salah kalau Martin van Bruinessen melihat tradisi keilmuan pesantren sebagai tradisi agung {great tradition} di Indonesia yang bertujuan mentransmisikan Islam tradisional sebagaiman yang terdapat alam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu.

Tradisi agung di pesantren yang disinyalir Bruinessan saat ini sedang mendapatkan ujian yang sangat berat; yakni gempuran bertubi-tubi dari arus globalisasi. Gempuran inilah yang coba diulas oleh Muhtarom dalam bukunya yang bombastis ini, "Reproduksi Ulama di Era Globalisasi". Bagi penulis, gempuran globalisasi merupakan tantangan terberat pesantren untuk tetap eksis ditengah dakwahnya kepada umat.

Mengapa terberat? Karena globalisasis ebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan adanya sistem satelit informasi dunia, konsumsi global, gaya hidup kosmopolitan, mundurnya kedaulatan suatu negara kesatuan dan tumbuhanya kesadaran global bahwa duania adalah sebuah lingkuangan yang terentuk secara berkesinambungan, dan muncul kebudayaan global yang membawa pengaruh terhadap perkembangan sosial dan budaya yang beraneka ragam. Konfigurasi globalisasi juga akan memunculkan paradigma rivalisasi ciri-ciri dan identitas budaya, dengan kembali kepada asal usul etnis dan kebangsaan mereka dan dengan membangkitkan kembali tradisi dan landasan religius.

Di tengah kondisi gloabalaisasi tersebut, pesantren mendapat tantangan besar. Di satu sisi ia harus mampu menghadirkan kader ulama’ potensial dengan tetap mengajarkan warisan klasiknya secara konsisten, namun di sisi lain ia juga harus membekali santri dengan berbagai alat keilmuan sosial dan humaiora untuk menjawab berbagai problem kekinian yang terjadi akibat imbas globalisasi. Untuk itu, pesantren harus mampu menghadirkan dua kajian sekaligus; kajian kitab klasik dan kajian buku kontemporer.

Kitab klasik akan tetap menjadi pegangan wajib pesantren untuk ditransmisikan kepada santri. Kekuatan tradisi kitab klasik telah terbukti membentuka kader-kader pesantren yang mempunyai jiwa patriotisme tinggi dalam memperjuangkan nilai keislaman dan kebangsaan. Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Sansuri, dan bahkan Kiai Ahmad Dahlan merupakan tipe ulama yanga mendapatkan wejangan model klasik. Mereka mampu menjadi maestro di jamannya, bahkan menjadi penentu kebijakan negara, khususnya ketika kondisi bangsa ditengah kesemrawutan.

Sementara kajian kitab kontemporer akan memebrikan akan memberikan pisau analisis yang lebih tajam sehingga santri tidak hanya mampu membaca kitab kuning secara tekstual, namun juga mampu mengkompromikan dengan berbagai fenomena sosial yang hadir ditengah gempuran arus informasi global. Perangkat ilmu-ilmu sosial-humaniora akan menjadi pelengkap yang strategis sehingga khazanah pemikiran kitab klasik yang tertumpuk di pesantren mampu hadir ditengah-tengah masyarakat pascamodern yang sedang teralienasi dari diri sendiri. Gabungan kekuatan dua tradisi inilah ang akan mengantarkan dunia pesantren sebagai lembaga pendidikan paling strategis perannya dalam merumuskan berbagai kebijakan sosial kemasyarakatan dewasa ini.

Penulis buku ini telah mencontohkan berbagai pesantren yang mampu mensinergikan dua kutub pemikiran t

Retrieved from: http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8247

No comments:

Post a Comment