Tuesday, January 24, 2017

Mewujudkan (Kembali) Islam Nusantara sebagai Identitas Terbuka


Dalam rangka itu, maka inilah saatnya melakukan rethinking, i’adah al-fikr, alias pemikiran ulang atas “warisan bersama” dan “praktik yang hidup” dari identitas sosio-keagamaan Islam Nusantara ini. Dan, panggilan ini berlaku untuk seluruh umat Islam di Indonesia khususnya, dan di Asia Tenggara pada umumnya, tanpa terkecuali.

***
Sebagai sebuah identitas yang dinamis, Islam Nusantara ini harus dipikirkan ulang relevansi dan signifikansinya bukan sebatas pada wacana keagamaan semata, namun dalam konteks persoalan riil yang kini dihadapi di Indonesia, di kawasan regional Asia Tenggara, maupun lebih luas di tataran global. 

Di satu sisi, khazanah intelektual Islam Nusantara itu sendiri masih menyisakan agenda penelitian yang besar untuk terus digali, dikaji, dan dikembangkan secara terus menerus. Khazanah intelektual itu perlu juga dipersoalkan dari segi bagaimana proses reproduksi dan diseminasinya berlangsung dalam sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan secara umum maupun dalam wacana akademis di pergaulan internasional.

Di sisi yang lain, dari segi aktualisasi khazanah intelektual tersebut, ada beberapa konteks struktural di mana Islam Nusantara harus diproblematisasi lebih lanjut, justru untuk melahirkan relevansi dan signifikansinya secara konkret. Beberapa problem struktural yang menjadi konteks aktualisasi Islam Nusantara dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

Pertama,
 bagaimana Islam Nusantara diproblematisasi dalam konteks demokrasi, kewarganegaraan, dan hak asasi manusia? Kedua, bagaimana Islam Nusantara diproblematisasi dalam konteks dinamika hukum Islam, adat, dan sistem hukum nasional? 

Ketiga, bagaimana Islam Nusantara diproblematisasi dalam konteks ketimpangan sosial-ekonomi dan krisis sosial-ekologis? Keempat, bagaimana Islam Nusantara diproblematisasi dalam konteks dinamika konflik, perdamaian, dan keamanan manusia di kawasan Asia Tenggara? Kelima, bagaimana Islam Nusantara diproblematisasi dalam konteks dinamika “media baru” (media sosial, media alternatif, dan sebagainya) dan pembentukan otoritas keagamaan?
 
Aktualisasi Islam Nusantara dalam berbagai konteks persoalan seperti di atas harus menjadi kepedulian dan agenda bersama umat Islam di Indonesia tanpa terkecuali. Ia juga menuntut dialog dan kerja sama yang intensif sebagai agenda regional di antara masyarakat muslim di kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan. 

Karena itu, memahami Islam Nusantara secara sempit sebagai identitas kelompok ataupun mendikotomikannya dengan kosmopolitanisme Islam adalah cara pandang yang salah sasaran, myiopic, dan kontraproduktif.

http://nasional.sindonews.com/read/1173562/18/mewujudkan-kembali-islam-nusantara-sebagai-identitas-terbuka-1485186536/


No comments:

Post a Comment