02/07/2007
Penulis: H. Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, S.Sos, Pengantar: K.H. Abdul Muchith Muzadi, Penerbit: Khalista, Surabaya, Cetakan: I, Juni 2007
Tebal: xviii + 322 halaman, Peresensi: M. Abdul Hady JM
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia. Organisasi ini didirikan di Surabaya oleh para ulama pengasuh pesantren pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi berdirinya NU. Diantara faktor itu adalah perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam "murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem brmadzhab.
Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan.
Sebagai organisasi keagamaan, NU telah melewati pergulatan sejarah yang cukup panjang. Setidaknya, NU telah melewati beberapa masa atau era yaitu era pra kemerdekaan, orde lama (pasca kemerdekaan), orde baru, dan reformasi. Dalam setiap perjalanan panjang ini, tentu saja NU mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup besar. Buku "Antologi NU ; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah" ini mencoba memberikan potret cukup jelas dan lengkap seputar sepak terjang NU sejak awal berdirinya yaitu pada masa KH. Hasyim Asy'ari hingga masa sekarang, yaitu era kepemimipinan KH. Hasyim Muzadi.
Pada awal berdirinya, NU merupakan sebuah "jam’iyyah diniyyah " murni (independen). Ia bukan organisasi politik, bahkan tidak berafiliasi sama sekali terhadap partai politik tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya, NU pernah bergabung dengan partai politik tertentu, bahkan pernah menjadi partai politik sendiri.
Pada tahun-tahun awal berdirinya, yaitu tahun 1926- 1942, perjuangan NU dititik-beratkan pada penguatan doktrin Ahlussunnah waljamah (Aswaja) dalam rangka menghadapi serangan penganut ajaran Wahabi. Di antara program konkretnya, selain melakukan penguatan persatuan di antara para kiai dan pengasuh pesantren adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran Aswaja.
Pada Muktamar NU ke-19 di Palembang tahun 1952, NU dideklarasikan sebagai partai politik sendiri, setelah sebelumnya cukup lama bergabung dengan Masyumi. Pada pemilu pertama 1955, Partai NU muncul sebagai kekuatan yang cukup besar dengan menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Pada masa-masa ini yaitu ketika masih menjadi partai politik, banyak tokoh NU yang menempati posisi strategis dalam lembaga pemerintahan dan lembaga legislatif, serta banyak juga yang diangkat sebagai Duta Besar RI di luar Negeri (hal. 18-20).
NU terus menapaki lorong-lorong terjal sejarah. Pada masa berikutnya yaitu sejak tahun 1973 Partai NU tidak diakui lagi, dan dipaksa harus melebur ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Masa ini berlangsung hingga tahun 1984. Pada masa peleburan partai ini, tokoh-tokoh NU (sengaja) dipinggirkan dari kancah perpolitikan nasional dan pemerintahan oleh rezim otoriter Orde baru. Bahkan banyak tokoh NU yang dijebloskan ke dalam penjara dengan aneka macam tuduhan.
Pada dasawarsa 1980-an terjadi perubahan mengejutkan di tubuh NU. Setelah malang melintang dalam dunia politik praktis selama 32 tahun, lewat Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tahun 1984, NU kembali ke khitthah 1926. NU menyatakan diri keluar dari politik praktis dan kembali ke jati dirinya semula sebagai organisasi keagamaan (jam'iyah diniyah).
Pada masa ini, NU mulai lebih mengurusi pendidikan dan lebih menekuni kegiatan dakwah kemasyarakatan. NU mulai sibuk kembali membenahi sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakitnya yang telah lama terabaikan. Kegiatan-kegiatan pengajian kembali digalakkan, bahkan mulai masuk ke unit-unit pemerintahan. Satu persatu cabang dan ranting yang mati dihidupkan kembali (hal. 21).
Sebagai organisasi sosial keagamaan, dalam NU terdapat banyak istilah baik yang terkait dengan kelengkapan organisasi maupun nama kebijakan atau keputusan yang pernah dikeluarkan oleh NU. Dalam buku ini dijelaskan ada 57 istilah. Istilah-istilah tersebut disebutkan secara alpabet.
Selain itu, buku ini juga menjabarkan beragam budaya dan amaliah warga NU. Sebuah budaya dan amaliah yang tidak terdapat, bahkan tidak dikenal di luar organisasi NU. Bahkan ada yang dianggap sebagai amaliah bid'ah. Sekadar disebutkan misalnya, di antaranya, barzanji, tahlil, tawassul, dan ziarah kubur. Seperti nama-nama istilah dalam NU tersebut, beberapa budaya dan amaliah warga NU ini juga dipaparkan secara alpabet dari A sampai Z.
Pada bab terakhir, yaitu bab IV pembaca juga disuguhi kisah singkat para tokoh atau kiai NU. Namun dalam buku ini hanya 49 tokoh yang disebutkan. Mereka memiliki peranan yang cukup besar dalam merintis dan mengawal langkah perjalanan panjang NU. Namun demikian, selain tokoh-tokoh tersebut sejatinya juga masih banyak NU yang tak kalah pentingnya. Dari kisah singkat para tokoh ini, setidaknya kita, terutama warga NU dapat mengambil pelajaran penting (uswah) dari pernik-pernik kehidupan dan pengabdian mereka. Sebab, kontribusi mereka terhadap bangsa khusunya NU sangat besar.
Menariknya, dalam buku ini juga dilengkapi beberapa gambar peristiwa, kegiatan NU, dan foto-foto para tokoh NU tersebut. Sehingga, selain penampilan buku ini semakin menarik, yang terpenting, pembaca bukan hanya tahu namanya saja melainkan juga dapat mengetahui wajah para tokoh yang dipaparkan dalam buku ini. Akhirnya selamat membaca. !!!.
*M. Abdul Hady JM, Mahasiswa Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Alumnus PP. Al-Jalaly Ambunten Sumenep Madura.
Retrieved from: http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=9627
belum membaca keseluruhan sementara tidak komentar
ReplyDelete